Tahun 2017 ini diharapkan kualitas pendidikan Indonesia membaik. Harapan tersebut khususnya ditujukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang memiliki tupoksi merumuskan kebijakan sedari dini, yaitu Wajib Belajar 12 tahun.
Karena itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih berharap tahun ini tidak banyak lagi persoalan politik yang bisa mengganggu kinerjapendidikan, seperti reshuffle kabinet.
"Oleh karena, pergantian kepemimpinan berkonsekuensi pada pergantian kebijakan di tataran riil. Padahal, duniapendidikan sejatinya bukanlah dunia coba-coba. Semua harus dirumuskan dengan bijaksana berdasarkan data," jelas Fikri Faqih (Selasa, 3/1).
Politikus PKS ini menilai momentum perbaikanpendidikan tanah air tahun 2017, dapat dimulai dari perbaikan pengambilan keputusan kebijakan. Fikri berharap ke depan, apapun kebijakan yang diambil oleh Mendikbud sejatinya dapat dibahas terlebih dahulu secara matang, baik di internal kabinet maupun kepada mitra Komisi X DPR RI.
"Ada lima kebijakan setidaknya yang kontroversial dalam 6 bulan pertama Mendikbud Muhadjir memimpin mulai Juli 2016, yaitu full day school, sertifikasi guru yang akan diganti dengan program Resonansi Finansial, revitalisasi komite sekolah, perombakan K-13, dan yang paling heboh adalah Moratorium UN yang akhirnya diminta dikaji ulang oleh Wapres," jelas Kandidat Doktor dari UNDIP Semarang ini.
Fikri berharap dengan diperbaikinya cara pengambilan keputusan ini, maka duniapendidikan tanah air dapat lebih tenang serta kondusif, sehingga sesuai dengan Visi Nawacita serta rumusan RPJMN 2015-2019.
"Kita tidak punya waktu banyak. Pendidikan harus menjadi daya ungkit untuk mengangkat bangsa ini dapat bersaing. Negara-negara maju unggul bukan karena kuantitas SDA-nya, tapi karena kualitas SDM masyarakatnya. DPR tentu mendukung upaya Menteri Muhadjir untuk membawa pendidikan kea rah yang lebih baik," tutup Fikri. rmol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar