Info Terkait

    Keluarga

    Rabu, 25 Mei 2016

    Saudara Mau Tau bedanya Gratifikasi dan Suap?!!. Ini loh...

    Pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda. Dari definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap ada unsurmengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

     Jadi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas pemisahan antara perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat negara yang menerima hadiah tersebut.

    Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang mana antara suap dan gratifikasi yangdilarang dibedakan. Perbedaannya adalah jika dalam gratifikasi yang dilarang, pemberi gratifikasi memiliki maksud bahwa pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya suatu tindakan resmi, sedangkan dalam suap pemberi memiliki maksud (sedikit banyak) untuk mempengaruhi suatu tindakan resmi (sumber: “Defining Corruption: A Comparison of the Substantive Criminal Law of Public Corruption in the United States and the United Kingdom”, Greg Scally: 2009). Sehingga jelas pembedaan antara suap dan gratifikasi adalah pada tempus (waktu) dan intensinya (maksudnya).

    Mengenai faktor apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi, kami merujuk pada salah satu penjelasan yang diamuat dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam buku tersebut (hal. 1) dijelaskan sebagai berikut:

    Terbentuknya peraturan tentang gratifikasi ini merupakan bentuk kesadaran bahwa gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi. Diharapkan jika budaya pemberian dan penerimaan gratifikasi kepada/oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan, maka tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

    Di dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifi­kasi yang sering terjadi, yaitu (hal. 19):
    1.      Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya
    2.      Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari peja­bat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
    3.      Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma
    4.      Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembe­lian barang dari rekanan
    5.      Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pe­jabat
    6.      Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
    7.      Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kun­jungan kerja
    8.      Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih kare­na telah dibantu.

    dari hukumonline

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar