Info Terkait

    Keluarga

    Kamis, 14 Maret 2013

    Ditemukan Mikroba “Khamir Gembul” yang Berpotensi Produksi Biodiesel


    Dari Kerjasama penelitian antara Badan Litbang Kehutanan (Laboratorium Mikrobiologi Hutan), LIPI (Mikrobiologi) dengan Universitas California Davis, Amerika Serikat telah ditemukan “khamir gembul” yang berpotensi untuk memproduksi biodiesel.
    mikrobaKawasan Pegunungan Mekongga dan Hutan Lindung Papalia di Sulawesi Tenggara adalah tempat ditemukannya “khamir gembul”. Kawasan hutan ini menurut Ir. Adi Susmianto, M.Sc., Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser), Badan Litbang Kehutanan, banyak menyimpan potensi yang sangat luar biasa. Potensi mikrobanya sangat berlimpah untuk produksi bioenergi yang berkelanjutan.
    Semakin menipisnya cadangan petroleum diesel telah mendorong banyak penelitian dibidang energi terbarukan. Produksi biodiesel yang berasal dari biji-bijian tanaman, seperti canola, bunga matahari, kedelai dan kelapa sawit misalnya, terus meningkat dari tahun ke tahun.
    Untuk memenuhi kebutuhan diesel dunia, dalam laporannya Atabani dkk. menyatakan bahwa produksi biodiesel dunia dari biji bijian ini meningkat dari 15.000 barel perhari di tahun 2000 menjadi 289.000 di tahun 2008. Namun, produksi biodiesel dengan menggunakan bahan makanan menjadikan harga bahan makanan meningkat akibat tingkat kebutuhan yang semakin tinggi.
    Konflik antara prioritas makanan vs diesel telah menjadi debat publik yang marak hingga saat ini. Untuk mengatasi konflik kebutuhan ini, maka alternatif pengembangan produksi biodiesel yang berasal dari tanaman non-pangan juga telah dilakukan menggunakan jatropha, jojoba, dan minyak bekas.

    Namun demikian produksi biodiesel dari bahan non-pangan ini belum bisa memenuhi kebutuhan global akan diesel. Kebutuhan inilah yang mendasari penelitian potensi produksi biodiesel dari khamir di bawah kerjasama penelitian ICBG (International Cooperative Biodiversity Group) antara Indonesia dan Amerika Serikat yang didanai oleh NIH (National Institute of Health) dan dipimpin oleh Dr. Kyria Boundy-Mills, Universitas California, Davis, Amerika Serikat.
    Penggunaan khamir untuk produksi biodiesel tidak akan berkompetisi dengan bahan pangan dan selain itu komposisi lemak khamir serupa dengan biji-bijian tanaman. Khamir atau yeast yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari perut larva serangga, jamur hutan, batang pohon, serasah dan tanah hutan di kawasan Mekongga dan Hutan Lindung Papalia, Sulawesi Tenggara, Indonesia.
    Hasil penelitian menunjukkan asam oleat mendominasi komposisi asam lemak khamir. Asam oleat didapatkan melalui proses yang dinamakan transesterifikasi, serupa dengan proses yag dilakukan untuk mengkonversi minyak nabati. Asam oleat yang merupakan asam lemak tak jenuh dapat mencegah terjadinya kristalisasi biodiesel pada suhu rendah dan merupakan salah satu properti penting untuk peracikan biodiesel.
    Hasil seleksi terhadap khamir potensial ini juga telah menemukan jenis-jenis khamir baru yang belum pernah dilaporkan sebelumnya sebagai sumber biodiesel. Penelitian potensi khamir ini masih terus berlanjut hingga saat ini, termasuk penelitian pemanfaatan limbah pertanian/hutan sebagai baku media tumbuh khamir dan teknik ekstraksi minyak yang lebih efisien, demikian penjelasan Dr. Irnayuli R. Sitepu, peneliti Badan Litbang Kehutanan yang sekarang sedang melaksanakan program postdoctoral di Universitas California, Davis, Amerika Serikat. 
    Komersialisasi khamir maupun produk biodiesel dapat menjadi sumber pemasukan devisa negara, dengan mengindahkan aturan-aturan yang tertera dalam Protokol Nagoya 2010 tentang Access dan Benefit Sharing.  Indonesia diharapkan dapat meratifikasi protokol tersebut, dengan syarat harus menyediakan database keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup adalah focal point Indonesia. Ratifikasi ini dapat mencegah terjadinya pencurian mikroba hutan tropis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti asing.
    Dengan demikian industri kesehatan maupun bioenergi berkelanjutan dari negara-negara maju dapat memanfaatkan “khamir gembul” dari hutan tropis Indonesia dengan membayar royalti sesuai dengan perjanjian international yang berlaku, demikian disampaikan Ir. Adi Susmianto,M.Sc., Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi disela-sela peringatan 100 tahun Badan Litbang Kehutanan di Kampus Gunung Batu, di Bogor, Kamis (7/3).
    Badan Litbang Kehutanan yang kini berumur satu abad lebih memfokuskan riset pada pemanfaatan mikroba hutan sebagai unggulan risetnya. Badan Litbang Kehutanan berencana membangun Pusat Koleksi Mikroba Hutan Tropis (INTROF CC- Indonesian Tropical Forest Culture Collection) dengan tujuan pemanfaatan mikroba untuk menunjang industri makanan,kesehatan, lingkungan, dan energi. INTROF-CC berfokus pada koleksi mikroba asal hutan tropis dan tetap berafiliasi dan menjalin jejaring dengan Pusat Koleksi Mikroba LIPI di Cibinong, bernama INA-CC (Indonesia Culture Collection) dan koleksi mikroba lainnya di Indonesia.
    Masa depan industri kehutanan diprediksi akan bertumpu pada pemanfaatan mikroba hutan sebagai sumber utama devisa negara, dan akan menggantikan industri kayu dari hutan alam yang dari tahun ke tahun produksinya menurun dan harganya sudah tidak kompetitif lagi.
    Meskipun bangunan INTROF CC masih dalam bentuk masterplans dan miniatur gedung, tetapi INTROF CC telah banyak menghasilkan temuan-temuan mutakhir. LitbangKehutanan


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar