Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah Abu Hapsin menyatakan gerakan organisasi keagamaan di Indonesia semakin menggeliat pasca-Reformasi seperti saat ini. Abu Hapsin menyebut ada 28 organisasi keagamaan di Solo Raya yang berpotensi menjadi organisasi keagamaan yang radikal
.
"Dari 28 ormas potensi radikal itu sudah ada yang menuju menjadi ormas radikal," kata Abu Hapsin dalam diskusi Tinjauan Kritis RUU Keamanan Nasional yang digelar Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah, Selasa, 10 Maret 2015.
Hanya, Abu Hapsin tak menyebut nama 28 organisasi potensi radikal itu. Solo Raya merujuk pada daerah Solo dan sekitarnya, seperti Sragen, Klaten, Karanganyar, Boyolali, Wonogiri, dan Sukoharjo. Abu menyatakan data tersebut berdasarkan hasil penelitian seorang dosen di Surakarta.
Untuk itu, Abu Hapsin meminta agar aparat keamanan, terutama intelnya, bisa mempelajari pola-pola gerakan keagamaan ormas-ormas tersebut. "Intel siapa pun perlu mempelajari," kata Abu. Menurut Abu, pola-pola keagamaan ormas akan mempengaruhi situasi keamanan nasional. Bahkan, kini keamanan juga terkait dengan kejahatan trans nasional.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Jawa Tengah Tedi Kholiluddin menyatakan sudah ada beberapa peristiwa intoleransi di Solo Raya. Ia mencontohkan pada Juli 2014 di Solo pernah ada organisasi FPI yang memaksa menutup kafe-kafe yang menjual minuman keras. "Ada juga anggota Slankers yang dipukuli sebuah ormas," kata Tedi.
Tedi memprediksi kelompok-kelompok yang potensi radikal di Solo Raya memang banyak. Tapi, mereka baru melakukan agenda-agenda internal seperti perekrutan anggota. "Belum sampai aksi yang masif," kata Tedi.
Tedi meminta agar pemerintah segera melakukan pemetaan terhadap organisasi-organisasi radikal. Pemetaan menjadi penting karena masing-masing organisasi radikal itu memiliki agenda-agenda sendiri yang berbeda antara satu dan yang lain.
"Dari 28 ormas potensi radikal itu sudah ada yang menuju menjadi ormas radikal," kata Abu Hapsin dalam diskusi Tinjauan Kritis RUU Keamanan Nasional yang digelar Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah, Selasa, 10 Maret 2015.
Hanya, Abu Hapsin tak menyebut nama 28 organisasi potensi radikal itu. Solo Raya merujuk pada daerah Solo dan sekitarnya, seperti Sragen, Klaten, Karanganyar, Boyolali, Wonogiri, dan Sukoharjo. Abu menyatakan data tersebut berdasarkan hasil penelitian seorang dosen di Surakarta.
Untuk itu, Abu Hapsin meminta agar aparat keamanan, terutama intelnya, bisa mempelajari pola-pola gerakan keagamaan ormas-ormas tersebut. "Intel siapa pun perlu mempelajari," kata Abu. Menurut Abu, pola-pola keagamaan ormas akan mempengaruhi situasi keamanan nasional. Bahkan, kini keamanan juga terkait dengan kejahatan trans nasional.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (Elsa) Jawa Tengah Tedi Kholiluddin menyatakan sudah ada beberapa peristiwa intoleransi di Solo Raya. Ia mencontohkan pada Juli 2014 di Solo pernah ada organisasi FPI yang memaksa menutup kafe-kafe yang menjual minuman keras. "Ada juga anggota Slankers yang dipukuli sebuah ormas," kata Tedi.
Tedi memprediksi kelompok-kelompok yang potensi radikal di Solo Raya memang banyak. Tapi, mereka baru melakukan agenda-agenda internal seperti perekrutan anggota. "Belum sampai aksi yang masif," kata Tedi.
Tedi meminta agar pemerintah segera melakukan pemetaan terhadap organisasi-organisasi radikal. Pemetaan menjadi penting karena masing-masing organisasi radikal itu memiliki agenda-agenda sendiri yang berbeda antara satu dan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar